Senyumu adalah Semangatmu

Matahari tepat ditengah kepalaku panasnya jalanan kota metropolis seakan membakar setiap manusia yang lalu lalang dijalan. Keringat takterbendung menetes dikedua pipi, kulaju motor agak lambat dan berhenti sejenak beristirahat disebuah warung yang cukup ramai pengujung, kebanyakan dari mereka adalah pekerja lapangan yang setiap hari selalu keliling untuk mencari rezeki samahalnya seperti diriku sendiri.

“gilaaa.... bener-bener panas hari ini ??? “

“apa yang terjadi pada bumi yang akhir - akhir ini panasnya seakan-akan berlebihan atau mungkin saya sendiri yang kepanasan kebanyakan dosa, hehehehee.....” tanyaku dalam hati.

 Dari pada ngomel sendiri tak karuan mendingan berhenti sejenak melepas lelah, menikmati segelas es teh manis & gorengan yang menggoda mata untuk segera memakannya. Melepas lelah sejenak karena kepenatan dari pagi sampai siang keliling dijalanan untuk menemui klien-klien perusahaan untuk menawarkan produk, susah memang tapi inilah pekerjaan sebagai seorang marketing harus bisa nego, lobi dan masuk kedunia abu-abu supaya mencapai omset. Warung yang kusinggahi memang lumayang cukup ramai meskipun warungnya tak terlalu besar tapi bisa santai sejenak melepas lelah dan berlindung sesaat dari sengantan matahari yang tak bisa diajak kompromi yang selalu konsisten untuk menerangi bumi.

Duduk bersandar dibawah pohon yang rindang ditemani segelas es teh manis semanis penjualnya & menyantap gorengan yang tersedia dimeja semakin menambah nikmat, sejenak melupakan panasnya matahari, canda tawa kecil sesama pengunjung warung menjadi pelengkap istirahatku. Sesekali kuhisap rokok untuk menghambat jalanya waktu meskipun kutahu waktu tak bisa berjalan lambat seperti yang kuinginkan, waktu selalu mengajaku berlari untuk meraih apa yang aku inginkan. Seteguk demi setuguk kunikmati es teh manisku sembari menghisap rokok, kedua mata ini tak bisa kualihkan dari pandangan seorang anak kecil yang kira berusia mungkin sekitar kurang lebih umurnya 10 Tahun, dikedua tangan tangannya memegang baki yang berisi jajanan (kue cucur) yang ditutup plastik bening.

“ le, sini....” panggilku

“ iya... lek...” sahutnya (lek “panggilan basa jawa” = pakle/paman/pakde)

“ awakmu dodolan opo ?????”

“ dodolan jajan cucur lek...”

“ piroaaann... ??? “

“ siji (1) sewuan lek... “

“ koq jajanmu sek akeh...” (kok kuemu masih banyak)

“ iyooo.... lek, sepi gak koyok biasaneeee “

“ lee.... koen kelas piro ???”

“kelas 4 lek !!!”

“lho.. awakmu gak sekolah ta ??? kok dodolan cucur ???”

“ wes mari lek, wes muleh, mulehku kan jam 1 awan “

“lho... iki mau awamu mari mulih sekolah langsung dodolan”

“iyo... lek “

“lho emange ibumu gak kerjo ta ??? kok awakmu dodolan ??”

“ iyo... kerjo lek, iki cucur gaweane ibuku”

“ibumu kerjo nandi ???”

“kerjo nang pabrik plastik lekk cidek kene koq”

“lha, terus bapakmu kerjo opoo..”

“bapaku wes gak ono lek, wes mati kecelakan, wes oleh setaon nan”

“lha terus dulur-dulurmu “

“dulurku onok 2 lek, adik kabeh, wedok sek cilik-cilik seng keloro sek TK, seng ketelu sek durung iso mlaku saiki ambek mbah”

“lha lek ibumu kerjone isuk terus gawe cucur yo opo..”

“subuh lekk.. diewangi ambek embah, terus awane aku keliling lek mulih sekolah”

“ gak kesel leee...”

“ yoo... kesel leekkk..... “

“lhaa, terus awakmu lek dodolan gak tau sinanu lak’an ???”

“yooo... sinau lekk, bengi lak’an iso”

“lhaa lak cucur gak entek yo opo “

“lak gak entek biasane ambek embah dititipno nang warung giras (warkop) terus ambek ibu biasane digowo nang kerjoane pabrik didol nang kono, sakdurunge wes digoreng mane”

“awakmu muleh jam piro biasane”

“ gak mesti lek kadang jam 4, kadang jam 5, pokoke lak keroso pegel wes sore biasane muleh”

Sambil ngobrol & beli 5 kue cucur yang masih tersisa lumayan banyak, teringat keponakanku yang masih seumuran denganya tapi nakalnya minta ampun. Keringat yang membasahi kedua pipinya, kulit yang gelap, tiap hari selalu bergelut dengan panasnya matahari tak menyurutkan langkahnya untuk menjajakan kue cucur bikinan ibunya sendiri. Seyuman yang selalu kau torehkan kepada setiap orang agar membeli jajananmu, menjajakan kue cucur dari kampung ke kampung dari gang ke gang setiap hari selalu kau lakukan demi bisa membayar uang sekolah, semangatmu yang tak pernah padam samahalnya dengan senyummu yang tak pernah lelah meskipun kue cucurmu tak ada yang beli. Segelas es teh manis kupesankan untuk nya, sambil nyantai sembari ngobrol bersama sang pejuang kecil yang teseret roda kerasnya kehidupan, raut mukanya tampak kelelahan tapi selalu tertutup oleh seyumnya yang selalu memberinya semangat untuk mengarungi kerasnya roda kehidupan ini, karena waktu takan bisa kembali, waktu selalu berjalan tak memperdulikan engkau mengikuti atau tidak. Dua jam berlalu tak terasa kurasa diriku telah korupsi waktu dan harus kembali kekantor untuk menyelesaian laporanku, saking asyiknya ngobrol dengan pejuang kecil ini dan segera kuakhiri obrolanku bersamaan dengan selesai istirahatku sang pejuang kecil juga ikut meneruskan jualannya lagi. 

“Roda selalu berputar, waktu takan pernah kembali, manusia tak selamanya akan menangis dan pasti ada waktunya tertawa”